Impor BBM Pertamina: Kolaborasi Bisnis yang Transparan, Bukan Monopoli

Veritas. Jakarta, 2 Oktober 2025 – Di tengah dinamika pasar energi nasional, impor bahan bakar minyak (BBM) melalui PT Pertamina (Persero) dipandang sebagai langkah bisnis murni yang mendukung kestabilan pasokan, tanpa unsur monopoli. Pandangan ini disampaikan oleh Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Akbar Himawan Buchari, yang menekankan kolaborasi antarperusahaan sebagai kunci dalam menjaga kontinuitas usaha di sektor hilir migas.

Akbar, yang meskipun bukan pelaku langsung di industri migas, menganalogikan praktik bisnis ini dengan prinsip umum di sektor lain. “Ketika suatu perusahaan tidak punya barang, dia akan berusaha cari meski dari perusahaan lainnya. Intinya barang itu harus ada biar bisa dijual,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis ini. Menurutnya, Pertamina justru berperan sebagai mitra bagi badan usaha swasta (BUS) yang mengoperasikan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), dengan skema business to business (B2B) yang memastikan pasokan BBM murni atau base fuel tetap mengalir.

Pandangan Akbar ini muncul di tengah diskusi publik tentang potensi dominasi Pertamina dalam impor BBM. Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada praktik monopoli di sini. Sebaliknya, kolaborasi ini membantu BUS swasta untuk memperoleh kembali stok BBM, sehingga operasional mereka tidak terganggu. “Sejumlah BU swasta sepakat berkolaborasi dengan Pertamina dalam penyediaan base fuel, khususnya untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun 2025,” tambahnya.

Baca juga : Kapal Survei China Kembali Beroperasi di ZEE Jepang, Picu Ketegangan Diplomatik

Mengutip pernyataan juru bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Akbar menyebut bahwa empat dari lima BUS yang menjalankan bisnis SPBU telah menyepakati pembelian BBM murni dari Pertamina. Hal ini, katanya, menunjukkan bahwa Kementerian ESDM tidak melakukan intervensi langsung, melainkan hanya berfungsi sebagai fasilitator. “Kementerian hanya menjembatani kebutuhan pihak swasta dengan Pertamina,” jelas Akbar.

Lebih lanjut, mekanisme kerjasama ini ditekankan sebagai proses yang transparan. Pertamina telah menyanggupi spesifikasi base fuel sesuai permintaan BUS swasta, termasuk kualitas dan standar internasional. “Pengadaannya juga transparan karena melibatkan joint surveyor, dan penetapan harganya dilakukan secara terbuka,” ungkap Akbar. Selain itu, Kementerian ESDM telah meminta semua pihak—baik Pertamina maupun BUS swasta—untuk menyerahkan rencana kuota impor BBM tahun 2026 pada Oktober ini, sesuai Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas.

Akbar menilai langkah Kementerian ESDM ini sebagai bukti keadilan dalam regulasi. “Artinya, Kementerian ESDM sudah sangat fair,” katanya, seraya menolak tudingan bahwa impor BBM dilakukan secara satu pintu oleh Pertamina.

Sementara itu, dari sisi operasional, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, mengonfirmasi kedatangan kargo kedua impor BBM murni hari ini, Kamis (2/10). “Kargo kedua itu Insya-Allah besok sudah tiba di pelabuhan, jadi besok sudah ada dua kargo,” ujar Laode dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu kemarin. Ia menambahkan bahwa sejak Agustus dan September 2025, kementerian telah memfasilitasi pertemuan antara Pertamina dan BUS swasta untuk mengatasi kekurangan pasokan hingga akhir tahun secara kolaboratif.

Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, turut menegaskan komitmen perusahaannya. “Kami tidak memanfaatkan situasi dan tidak mencari untung saat menjalankan tugas ini,” katanya. Simon berharap harga BBM di SPBU swasta tetap stabil bagi konsumen, menggarisbawahi bahwa impor ini semata-mata untuk mendukung kestabilan pasar.

Dalam konteks lebih luas, pendekatan kolaboratif ini mencerminkan upaya adaptasi sektor energi Indonesia terhadap fluktuasi global, di mana ketergantungan pada impor BBM masih menjadi tantangan. Namun, dengan transparansi dan kerjasama B2B, potensi konflik antar pelaku usaha dapat diminimalisir, sekaligus menjaga keberlanjutan bisnis bagi pengusaha muda seperti yang digarisbawahi oleh Hipmi. Pendekatan ini juga sejalan dengan semangat reformasi regulasi energi, yang menekankan keseimbangan antara kepentingan negara dan swasta tanpa dominasi satu pihak.

Pewarta : Danang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *