Veritas. Makassar, 2 Oktober 2025 – Di tengah tantangan pengangguran yang masih menjadi isu krusial di Indonesia, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) memperkuat aliansi strategisnya dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Kolaborasi ini tidak hanya bertujuan menekan angka pengangguran melalui penempatan tenaga kerja vokasi ke Jepang, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) secara holistik, menciptakan model pembangunan inklusif yang bisa direplikasi di tingkat nasional.
Pertemuan penting terjadi di Makassar pada Kamis lalu, ketika Sekretaris Daerah Provinsi Sulsel, Jufri Rahman, menerima delegasi JICA. Diskusi mendalam ini fokus pada kelanjutan program kerja sama yang telah berjalan, termasuk rencana ekspansi penempatan pekerja terampil dari Sulsel ke pasar kerja Jepang. Pendekatan ini mencerminkan strategi jangka panjang untuk mengintegrasikan kebutuhan industri global dengan pengembangan lokal, di mana SDM Sulsel dipersiapkan tidak hanya sebagai tenaga kerja, tetapi sebagai agen perubahan ekonomi.
Salah satu highlight dari pertemuan tersebut adalah komitmen JICA untuk mengirimkan tenaga ahli (advisor) baru pada tahun 2026. Advisor ini diharapkan melanjutkan inisiatif-inisiatif yang telah dirintis, memastikan keberlanjutan program tanpa kehilangan momentum. “Pihak JICA menyampaikan memberi jaminan, insya Allah new advisor itu akan melanjutkan program-program yang telah diterapkan dan dicapai,” kata Jufri Rahman, menekankan optimisme atas transisi ini. Komitmen ini menjadi fondasi bagi kolaborasi yang lebih matang, di mana pengalaman masa lalu diterjemahkan menjadi inovasi masa depan.
Baca juga : Reformasi TKDN Dorong Optimisme Industri Manufaktur Indonesia
Kerja sama antara Pemprov Sulsel dan JICA telah menghasilkan berbagai inisiatif konkret, salah satunya program perubahan pola pikir masyarakat di Kabupaten Takalar. Program ini berhasil mengubah perilaku komunitas lokal, dari pendekatan tradisional ke yang lebih adaptif terhadap peluang ekonomi modern. Menurut Jufri, keberhasilan di Takalar layak dijadikan benchmark bagi daerah lain di Indonesia. “Saya sarankan praktik baik yang sudah berhasil itu sebaiknya di-scaling up, diangkat ke level nasional, jadi program seluruh Indonesia,” ujarnya, mengadvokasi ekspansi untuk mencapai dampak yang lebih luas.
Lebih dari sekadar diskusi, Sekda Sulsel juga mengajukan proposal inovatif: memperluas dukungan JICA dalam bentuk pendampingan pelatihan bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Mengingat Jepang sedang menghadapi kekurangan tenaga kerja di berbagai sektor, Jufri menyarankan agar JICA mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasar Jepang dan mengirimkan trainer serta instruktur untuk melatih siswa vokasi di Sulsel. “Jepang kan butuh tenaga kerja sekarang. JICA itu memotret tenaga kerja apa yang dibutuhkan di Jepang sekarang. Kemudian, kirimkan trainer, instruktur di Jepang untuk melatih keahlian yang dibutuhkan kepada sekolah-sekolah vokasi yang ada,” jelasnya.
Inisiatif ini membuka peluang emas bagi lulusan SMK di Sulsel. Setelah mengikuti pelatihan berstandar internasional, mereka bisa langsung diserap oleh industri Jepang, tidak hanya mengurangi pengangguran tetapi juga meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui remitansi. “Kalau sudah melewati pelatihan dan dianggap memiliki keterampilan, dikirim ke Jepang, diserap oleh pasar di sana, pasar kerja. Jadi, itu win-win solution kan,” tambah Jufri, menyoroti manfaat mutual bagi kedua pihak.
Dari perspektif JICA, kolaborasi ini melampaui aspek ketenagakerjaan semata. Senior Representative JICA Indonesia Office, Okamura Kenji, menegaskan bahwa fokus utama adalah pembangunan daerah secara keseluruhan. “Kerja sama dengan Pemprov Sulsel tidak hanya berfokus pada tenaga kerja, tetapi juga pada isu pembangunan daerah,” katanya. JICA berkomitmen mendukung agenda berkelanjutan, termasuk pelatihan vokasi, peningkatan kapasitas masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan, yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) global.
Dalam konteks lebih luas, kolaborasi ini merepresentasikan model diplomasi ekonomi yang efektif antara negara berkembang dan maju. Sulsel, sebagai provinsi dengan potensi demografi muda yang besar, bisa memanfaatkan pengalaman Jepang dalam mengelola aging population dan kekurangan tenaga kerja. Namun, tantangan tetap ada, seperti memastikan kesetaraan akses pelatihan bagi masyarakat pedesaan dan perempuan, serta adaptasi budaya bagi pekerja migran. Keberhasilan program ini akan bergantung pada monitoring ketat dan evaluasi berkala, memastikan bahwa manfaat tidak hanya dirasakan oleh individu, tapi juga mengalir ke pembangunan ekonomi regional.
Kolaborasi Sulsel-JICA ini bukan hanya cerita sukses lokal, melainkan inspirasi bagi provinsi lain di Indonesia untuk menjalin kemitraan internasional. Dengan pendekatan yang berbasis data dan kebutuhan riil, inisiatif ini berpotensi menjadi katalisator perubahan, menuju masyarakat yang lebih terampil, sejahtera, dan berkelanjutan.
Pewarta : Bramantyo